Sidang Mafia BBM Laut, Edi Bongkar Peran Direksi Bahana Line
"Misalnya PO (purchase order) 100 kilo liter, hanya 80 kilo liter yang diisikan ke tangki kapal PT Meratus Line. Sisa yang 20 kilo liter diputar ke tanker Bahana lagi," ujar Edi
Narasinews.id, SURABAYA – Edi Setiyawan, saksi kunci praktik penggelapan jutaan kilo liter Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dipasok untuk kapal-kapal PT Meratus Line, kembali mengungkap indikasi keterlibatan Direksi PT Bahana Line pada sidang lanjutan, Jumat (10/2/2023).
PT Bahana Line adalah vendor yang memasok BBM jenis MFO (Mariner Fuel Oil) dan HSD (High Speed Diesel) untuk kapal-kapal PT Meratus Line sejak 2015.
Dihadirkan di persidangan dalam kapasitas sebagai saksi bersama Eko Lisdiyanto, Edi menyebut indikasi keterlibatan Direktur Utama PT Bahana Line, Hendro Suseno, dalam penentuan harga beli BBM hasil penggelapan.
"Iya. Pernah," ujar Edi menjawab pertanyaan Jaksa Uwais Deffa I Qorni apakah pernah mendengar Hendro Suseno sebagai orang yang dimaksudkan oleh Halik dalam penentuan harga pembelian BBM hasil penggelapan oleh PT Bahana Line.
Awalnya Edi menuturkan bahwa setiap kali dirinya meminta kenaikan harga penjualan BBM hasil penggelapan ke staf operasional PT Bahana Line Dody Teguh Perkasa dan David Ellis Sinaga, maka akan selalu diarahkan untuk menghubungi atasan mereka, Muhamad Halik.
Namun, kata Edi, ternyata M Halik pun tidak bisa memutuskan masalah harga dan meminta Edi menunggu jawaban harga yang terlebih dulu akan ditanyakan. "Saya pernah telepon (Halik -red), katanya mau tanya dulu," ujar Edi.
"Ditanyakan ke siapa?" kejar Uwais. "Gak tahu kemana. Saya tanya dulu nanti saya kabari. Gitu,” lanjut Edi menirukan perkataan Halik di telepon.
Lalu Uwais menanyakan apakah Halik menanyakan keputusan harga tersebut ke Hendro Suseno, Edi menjawab, "mungkin".
'Kalau iya jawab iya, kalau tidak tahu jawab tidak tahu," kata Uwais mendengar jawaban Edi.
Pada saat itulah, Edi lantas membenarkan bahwa Halik pernah menyebut nama Direktur Utama PT Bahana Line, Hendro Suseno sebagai orang tempat Halik meminta harga pembelian BBM hasil penggelapan yang dijual oleh Edi dan kawan-kawan.
Uwais kemudian meminta konfirmasi ke Edi bahwa BBM yang dipasok PT Bahana Line diselewengkan oleh Edi dan kawan-kawan, lalu BBM hasil penggelapan itu dibeli lagi oleh PT Bahana Line. "Apakah kemudian BBM yang dibeli PT Bahana Line itu kemudian dijual lagi ke PT Meratus Line?" tanya Uwais.
"Saya tidak tahu. Selesai suplai saya pulang,” jawab Edi.
Pada bagian lain, menjawab Jaksa Estik Dilla Rahmawati, Edi mengatakan bahwa BBM hasil penggelapan tersebut terakhir dijual dengan Rp2.750 per liter ke PT Bahana Line.
Padahal, PT Bahana Line selama ini menjual BBM jenis HSD untuk kapal-kapal PT Meratus Line dengan harga untuk sektor industri Rp 10.500 per liter.
Edi Setyawan adalah karyawan PT Mirsan Mandiri Indonesia yang ditempatkan di PT Meratus Line sebagai sopir pikap yang membawa alat ukur suplai BBM, Mass Flow Meter (MFM).
Edi mengatakan, penggelapan BBM dilakukan dengan cara mengisikan BBM dari tangki tongkang PT Bahana Line yang semulai mengarah ke tangki kapal PT Meratus Line memutar kembali ke tangki tongkang PT Bahana Line.
"Misalnya PO (purchase order) 100 kilo liter, hanya 80 kilo liter yang diisikan ke tangki kapal PT Meratus Line. Sisa yang 20 kilo liter diputar ke tanker Bahana lagi," ujarnya.
Kata Edi, meski tidak seluruh BBM yang dipesan diisikan ke kapal PT Meratus Line penggelapan tidak mudah terungkap karena di dalam tangki terdapat BBM sisa pelayaran yang tidak dilaporkan.
Isu mafia penggelapan BBM yang menyasar pasokan BBM oleh PT Bahana Line untuk kapal-kapal PT Meratus Line muncul setelah PT Meratus Line melaporkan ke Polda Jatim pada Februari 2022, tentang dugaan penggelapan BBM jenis MFO dan HSD. Pada Maret 2022, kasus ditingkatkan ke tahap penyidikan dengan 17 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Praktik penggelapan BBM ini diduga telah berlangsung selama 7 tahun sejak 2015 hingga Januari 2022. Kerugian yang ditanggung PT Meratus Line diperkirakan mencapai Rp501 miliar lebih.
Sejauh ini, para tersangka yang kini duduk di kursi terdakwa merupakan para pelaku lapangan. Padahal, dengan jumlah BBM yang digelapkan mencapai jutaan kilo liter, mustahil para terdakwa dapat menjalankan operasinya tanpa dukungan dari pihak yang memiliki sumber daya finansial serta infrastruktur memadai untuk mengangkut dan menjual kembali BBM hasil penggelapan.
Terlebih, MFO tidak mungkin dijual ke nelayan yang menggunakan kapal-kapal yang tidak bisa mengonsumsi MFO.
Pada September 2022 lalu, Direskrimum Polda Jatim, Kombes Pol. Totok Suharyanto telah menandatangani surat perintah penyidikan (Sprindik) baru yang merupakan pengembangan dari perkara yang menyeret 17 orang tersebut. Sprindik baru itu diduga merupakan upaya pihak kepolisian mengungkap tuntas mafia BBM laut ini dengan menjerat aktor atau pun penadah yang ada di belakang para pelaku lapangan tersebut. (*)
*Reporter : Fathur Rozi
What's Your Reaction?