Wartawan Plat L Perangi Hoaks dan Kampanye Hitam
"Wartawan harus memberi contoh dengan penyajian berita yang sesuai data dan fakta di lapangan, tidak dipelintir, artinya dikurangi dan ditambahi apalagi di tambah opini tujuan tertentu," ungkap Mas Hakim
SURABAYA, Narasinews.id- Plat L Journalist Community sebagai komunitas wartawan Surabaya, memerangi hoaks dan kampanye hitam.
Mereka menggelar FGD di warkop Mbah Cokro, Jalan Prapen nomor 6 Surabaya, pada Rabu (13/9/2023), pukul 21.00. WIB.
Acara santi ini menghadirkan dua narasumber, Isma Hakim Rahmat (Pemred Beritabangsa.id) dan Noor Arief Kuswandi (Redaktur Harian Disway).
Sebagai moderator diskusi kali ini Anggadia Muhamad jurnalis dari Beritajatim.com.
Menurut Mas Hakim, kampanye hitam (Black campaign) adalah suatu upaya politik untuk merusak lawan politik memainkan propaganda negatif.
Mas Hakim mengatakan black campaign bahkan tersebar dalam bentuk tabloid, selebaran dan pamflet.
Black campaign meresirkurlasikan produk isu dengan narasi seolah olah benar karena mengarah kepada menyerang seseorang.
Sementara berita hoax, lanjut dibuat-buat atau dimanipulasi seolah-olah berita itu benar, mengarah ke memutar balikkan fakta tidak sesuai fakta yang sebenarnya.
Berita hoaks tidak bisa dipercaya. Selain itu, kata-kata yang provokatif dan berbau SARA.
”Berita hoax itu sumbernya tidak ada, narasinya juga tidak benar, karena tidak dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya dan sumber beritanya tidak benar sudah masuk kategori berita hoax atau berita bohong," imbuhnya.
Menyikapi hal tersebut, ia menjelaskan, merupakan tantangan bagi wartawan agar tidak mudah terjebak terkait berita hoaks, harus pandai memilah dan peka dengan melakukan cek dan ricek, kemudian cek ricek lagi, atau double cek ricek.
"Wartawan harus memberi contoh dengan penyajian berita yang sesuai data dan fakta di lapangan, tidak dipelintir, artinya dikurangi dan ditambahi apalagi di tambah opini tujuan tertentu," ungkapnya.
Noor Arif Kuswandi, dalam menyampaikan materinya lebih menekankan kepada SDM dari seorang wartawan, bagaimana tindakan seorang jurnalis dalam memperoleh data yang valid di lapangan kemudian melakukan seleksi sehingga menjadi naskah menarik untuk disajikan.
"Seperti apa yang di sampaikan oleh Isma, melakukan cek ricek dan cek ricek lagi, sampai kita tahu data yang kita peroleh itu valid," paparnya.
Kemudian, terkait berita hoaks, menurutnya, lebih Kepada kredibilitas wartawannya. Sebuah media yang kredibel sekalipun bisa saja memiliki wartawan yang tidak kredibel.
"Artinya apa, saya masih meyakini bahwa tidak ada media yang netral, dalam artian netral pada titik nol, jadi potensi menyebarkan hoaks tetap ada, namun media yang kredibel ini cara penyaringannya berganda dan lebih banyak," jelas Arif.
Arif mencontohkan terkait netralitas sebuah media pada saat mendekati tahun politik. Dalam hal ini sebuah media dituntut untuk bersikap profesional dalam menyajikan sebuah berita terkait partai politik maupun calonnya.
"Penyajiannya, menurut saya pribadi, ya harus adil, dalam artian harus sesuai dengan apa yang disampaikan masing-masing calon, sesuai porsinya masing-masing," tandasnya.
Pada penghujung penjelasannya, Arif mengemukakan pendapatnya, bahwa berita bohong atau hoaks melalui sarana teknologi sekarang sudah ada undang-undang ITE.
Jikapun tidak ada, masih ada undang-undang 335 tentang perlakuan atau perbuatan tidak menyenangkan.
Sehingga dapat disimpulkan, terkait black campaign dan hoaks, pada intinya kembali kepada prinsip dari masing-masing orang, sedangkan peran wartawan adalah melaksanakan tugasnya sesuai dengan kaidah jurnalis dan berpegang teguh pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Dengan menyajikan berita yang proporsional dan profesional pada akhirnya akan menggiring masyarakat ke arah pemikiran yang lebih positif, sehingga dampak dari berita hoaks tidak akan berpengaruh.
What's Your Reaction?