Tolak KUHP, SMUR Lhokseumawe Gelar Demonstrasi di Taman Riyadhah
“RKUHP telah disahkan dalam rapat paripurna DPR RI. Padahal, naskah RKUHP yang sekarang menjadi KUHP mendapat penolakan dari masyarakat sipil. Selain itu, naskah tersebut baru bisa diakses oleh publik pada 1 Desember atau kurang dari seminggu sebelum pengesahan,” ucap Korlap Aksi Muhammad.
Narasinews.id, LHOKSEUMAWE - Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat (SMUR) Lhokseumawe, Aceh Utara, melakukan aksi demonstrasi menolak pengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang dinilai sarat pasal-pasal bermasalah, Sabtu (24/12/2022). Aksi tersebut berlangsung di Taman Riyadhah.
Demonstrasi tersebut berlangsung damai dengan dikawal ketat aparat kepolisian dari Polres Lhokseumawe.
Dalam petisi aksi tersebut dikatakan, KUHP telah disahkan dalam rapat paripurna yang digelar Selasa (6/12) padahal, RKUHP yang baru ini banyak mengalami penolakan dari masyarakat sipil.
“RKUHP telah disahkan dalam rapat paripurna DPR RI. Padahal, naskah RKUHP yang sekarang menjadi KUHP mendapat penolakan dari masyarakat sipil. Selain itu, naskah tersebut baru bisa diakses oleh publik pada 1 Desember atau kurang dari seminggu sebelum pengesahan,” ucap Korlap Aksi Muhammad.
Menurnya, KUHP telah menjadi polemik dalam empat tahun terakhir dan merupakan warisan kolonial yang rentan digunakan sebagai alat kriminalisasi. "Pada tahun 2019, masyarakat sipil melakukan demo besar-besaran agar RKUHP tidak disahkan sampai saat ini penolakan masih digaungkan. KUHP dinilai masi memuat pasal-pasal warisan kolonial," pungkasnya.
Berikut beberapa pasal kontroversial yang masih dimuat dalam KUHP yang disahkan menurut petisi SMUR.
1. Larangan penyebaran paham selain Pancasila.
2. Pasal 218-219, tentang Penghinaan Terhadap Presiden
3. Pasal 240, tetang Penghinaan Terhadap Pemerintah dan Lmbaga Negara. Pasal tersebut tidak sejalan dengan cita - mita demokrasi. "Tidak perlu dipidana perbuatan penghinaan, karena akan selalu sulit dibedakan dengan kritik. Pemerintah dan lembaga negara merupakan objek kritik, tidak dapat dilindungi dengan pasal pembatasan. Apalagi ini untuk institusi yang tak memiliki reputasi secara personal. Pasal penghinaan hanya untuk melindungi orang bukan institusi.
4. Pasal 256, Tentang Pawai dan Unjuk Rasa. Hal tersebut perlu ditekankan bahwa pemberitahuan bukan merupakan izin. Sehingga hanya pemberitahuan saja ke aparat yang berwenang. Peraturan ini sudah dimuat dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998, Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
5. Pasal 263-264, Setiap Orang yang dianggap Menyebar Hoaks.
6. Pasal 433 pencemaran nama baik.
7. Pasal 599, Tentang Pengurangan Hukum HAM Berat
8. Pasal 603, Tentang Hukuman Minimal Koruptor Turun. Hukuman penjara pada RKUHP lebih rendah atau mengalami penurunan dari ketentuan masa penjara dalam Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2001, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal 2 Undang-undang tersebut dijelaskan koruptor bisa mendapat penjara pidana paling lambat empat tahun dan paling lama 20 tahun. Tidak hanya itu, hukuman denda pun juga mengalami penurunan.
9. Pasal 2 dan 595, Tentang Living Low (Hukum Adat). Living Low berisiko dijadikan alasan oleh aparat dalam melakukan penghukuman terhadap orang yang tindak pidana adat. (*)
*Reporter : Ahmad Mirdza | Editor : Fathur Rozi
What's Your Reaction?