Ribuan Honorer di Situbondo Terancam Kehilangan Pendapatan, Komisi I Angkat Suara
"Esensi dari persoalan ini bukan hanya honor PPPK, namun esensinya adalah karena kita di Situbondo masih kekurangan guru, kekurangan tenaga kesehatan. Esensi persoalannya itu sebenarnya," ungkap Hadi.
SITUBONDO, NARASINEWS.ID - Adanya larangan terkait pengangkatan dan pemberian honor untuk para honorer melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan BLUD menjadi perhatian Komisi I DPRD Situbondo. Sebab selama ini, BOS dan BLUD merupakan sumber anggaran yang digunakan untuk menghonor mereka. Jika tak melalui BOS atau BLUD, lantas dari mana ribuan honorer di Situbondo akan mendapatkan bayaran dari hasil kerja keras mereka.
Ditambah lagi, honorer di tahun 2022 belum mendapatkan SK pengangkatan sebagai PPPK. Padahal pusat telah menyediakan anggaran yang cukup fantastis untuk kesejahteraan mereka. Di mana Dana Bagian DAU Penggajian Formasi PPPK yang disediakan mencapai Rp42, 3 miliar.
Persoalan-persoalan tersebut menjadi perhatian serius Ketua Komisi I DPRD Situbondo, Hadi Priyanto. Menurutnya, jika surat edaran yang berisi larangan mengangkat dan menghonor honorer dari BOS dan BLUD diterapkan, maka hal tersebut akan menjadi persoalan baru. Dia tidak bisa membayangkan dari mana honorer akan mendapatkan bayaran. Mengingat tugas dan tanggung jawab yang diemban mereka sangatlah berat.
"Esensi dari persoalan ini bukan hanya honor PPPK, namun esensinya adalah karena kita di Situbondo masih kekurangan guru, kekurangan tenaga kesehatan. Esensi persoalannya itu sebenarnya," ungkap Hadi.
Di mana, kata Hadi, untuk guru masih kurang sekitar 1.100 lebih, dan tenaga kesehatannya masih kurang 1.507. Artinya sampai saat ini pelayanan dasar yang ada di Kabupaten Situbondo hampir 50 persen dibantu oleh honorer, baik itu di pendidikan ataupun kesehatan.
"Kalau total data terakhir SSC-ASN, honorer kita kurang lebih sekitar 5.000. Kalau gak salah di semua instansi pemerintah kita," ungkapnya.
Hadi mencontohkan guru agama, di mana masih kurang 290 lebih, guru PJOK kurangnya 200 lebih, ada 381 guru kelas, dan terdapat 200 lebih guru mata pelajaran.
"Artinya apa, posisi pelayanan dasar yang ada di Kabupaten Situbondo terbantukan oleh tenaga honorer. Kalau di Dinas Kesehatan itu bidan dan perawat itu 1.507 di semua pelosok desa. Dan itu semua tidak menuntut bayaran. Mereka digaji apa adanya dengan pendapatan masing-masing puskesmas. Terus sama juga yang pendidikan, mereka dihonor secukupnya. Hanya cukup untuk membeli bensin saja. Ada yang Rp200 ribu ada yang Rp300 ribu. Tapi mereka memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat," ujarnya.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Pemerintah Pusat mengambil tindakan melalui intervensi PMK 212 . Pemerintah Pusat menyuntik dana melalui alokasi umum untuk mengangkat PPPK agar masyarakat sejahtera.
"Cuma karena kita menghargai keputusan pemerintah daerah untuk tidak mengangkat PPPK karena persoalan masih menghitung anggaran, ya monggo silahkan," ujarnya.
Yang terpenting pemerintah pusat sudah memberikan solusi terkait persoalan itu melalui pemberian kuota PPPK. Namun tidak diambil oleh Kabupaten Situbondo.
"Saya sampaikan dalam forum rapat dan itu menjadi keputusan bersama sebenarnya. Kalau memang PPPK ini tidak akan kita ambil sebagai solusi untuk memberikan pelayanan dasar, terus apa solusinya yang akan diberikan Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan," tuturnya.
"Sempat solusi ke dua adalah guru, honorer ini, GTT ini, sukwan perawat ini, kita sejahterakan. Paling tidak mereka mendapatkan yang layaklah. Akhirnya kami bersepakat Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang untuk membiayai tenaga honorer dan Sukwan diberikan kepada tenaga Sukwan yang megang kelas, guru agama, dan PJOK," ujarnya.
Kata Hadi, honor di masing-masing sekolah heda-beda. Namun rata-rata hanya Rp300 ribu hingga Rp500 ribu.
"Saya juga kemarin sedikit tercengang ketika Pak Sekda mengeluarkan surat larangan mengangkat tenaga honorer (yang dibayar-red) dari Bantuan Operasional Sekolah. Fakta hukumnya di lapangan itu yang ada ya tenaga sukwan itu yang bantu sekarang yang dibiayai BOS, BLUD dan jaspelnya masing-masing Puskesmas," ujarnya.
Paling tidak, kata Hadi, pendapatan tenaga sukwan yang ada cukuplah. Sehingga mereka bisa sejahtera.
Hadi juga meminta surat Sekda Situbondo terkait larangan mengangkat honorer tidak terlalu saklek jika PPPK tidak diberlakukan. Mengingat fakta yang ada kontribusi tenaga honorer sangatlah besar.
"Posisinya itu sekarang yang kosong di Kabupaten Situbondo sudah diisi honorer, ada orangnya semua. Makanya larangan tidak boleh menggaji pakai BOS bagi saya sudah keterlaluan, karena orangnya ada, orangnya bekerja," ujarnya.
Kata Hadi, pihaknya bingung ke depan. Karena honorer yang ada selama ini digaji BOS. Jika bukan dari BOS dan BLUD, lantas dari mana mereka akan mendapatkan honor.
Sementara Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Situbondo, Wawan Setiawan, tidak menjawab saat dihubung Narasinews.id sekitar pukul 20.55, Jumat (9/6/2023). Sehingga belum ada keterangan dari yang bersangkutan terkait persoalan yang menyangkut honorer itu.
Namun berdasarkan data yang diterima Narasinews.id, memang terdapat surat dengan nomor 800/1300/431.404.3/2023 yang ditandatangani Sekda Situbondo. Dalam surat tersebut terdapat beberapa point yang disampaikan. Di antaranya PPK dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN. Larangan tersebut berlaku juga bagi pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah yang melalukan pengangkatan pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK.
PPK dan pejabat lain yang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan ditetapkannya PP Nomor 49 tahun 2018, kepala perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Situbondo dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau PPPK (PTT, GTT, dan tenaga honorer lainnya).
Larangan mmengangkat pegawai non-ASN dan/atau non-PPPK sebagaimana diangkat pada angka 2 (di atas -red), berlaku juga bagi pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK yang pendanaannya bersumber dari BOS di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten SitubondoSitubondo, maupun yang bersumber dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo. (skd/liz)
What's Your Reaction?