Perekrutan Pengurus MPD Aceh Utara Diduga Tidak Berpedoman Kepada Qanun
"Merosotnya mutu pendidikan di Aceh Utara tidak terlepas dari banyaknya rangkap jabatan di lingkungan lembaga daerah. Padahal Aceh Utara memiliki SDM yang sangat mumpuni di luar struktur pemerintahan,” ucap Ketua Komisi III, Razali Abu, Rabu (2/11/2022).
Narasinews.id, ACEH UTARA - Pengumuman Calon Pengurus Majelis Pendidikan Daerah ( MPD ) Kabupaten Aceh Utara mendapat tanggapan sinis dan apatis dari masyarakat dan tokoh politik. Hal tersebut dikarenakan munculnya nama-nama pejabat tinggi daerah di dalam pengumuman itu yang tidak berpedoman kepada Qanun Aceh Utara.
Nama-nama yang dimaksud seperti Sekda Aceh Utara, Murtala; Asisten Tiga Setdakab Adami; Kadis Pendidikan Jamaluddin Usman; Anggota DPRK Ismed dan Azali Fuazi. Munculnya mereka semakin menguatkan dugaan Aceh Utara dikelola oleh sebagian orang tanpa memperhatikan potensi SDM lain diluar eksekutif dan legislatif.
"Merosotnya mutu pendidikan di Aceh Utara tidak terlepas dari banyaknya rangkap jabatan di lingkungan lembaga daerah. Padahal Aceh Utara memiliki SDM yang sangat mumpuni di luar struktur pemerintahan,” ucap Ketua Komisi III, Razali Abu, Rabu (2/11/2022).
Kriteria menjadi pengurus MPD menurut Qanun Aceh Utara Nomor 5 Tahun 2009 Pasal 16, antaralain bertakwa kepada Allah SWT, berpendidikan minimal S-1, mempunyai karya monumental dalam bidang pendidikan, dapat membaca Al-Quran dengan benar, memiliki visi dan misi, memahami kearifan lokal, sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter serta tidak sedang menjalani hukuman karena melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Ketika Pengurus MPD Aceh Utara itu terdiri dari Sekda, Asisten, Kadis dan DPRK. "Lalu, di mana letak kedudukan MPD sebagai badan normatif berbasis masyarakat bersifat independen untuk menentukan kebijakan di bidang pendidikan sebagaimana disebut dalam Pasal 5 Qanun 5 Tahun 2009," tegasnya.
“Secara etika juga sungguh tidak elok Sekda menjadi pengurus MPD, karena di daerah lain seperti Gayo Lues dan Aceh Besar Sekda yang melantik Pengurus MPD. Sementara di Aceh Utara Sekda, Asisten dan Kadis serta DPRK sendiri menjadi calon pengurus MPD," jelas Razali.
Keterlibatan DPRK juga patut kita pertanyakan. "Karena di dalam PKPU 20 Tahun 2018 Pasal 7, bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, direksi, komisaris, dewan pengawas dan/atau karyawan pada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Desa, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara,“ tegasnya.
Oleh karena itu, masyarakat Aceh Utara bisa menilai apakah eksekutif mengelola Aceh Utara ini menganut sistem good government governance atau sebaliknya.
Salah satu fungsi MPD adalah memberi pertimbangan. Tentunya pertimbangan tersebut disampaikan kepada eksekutif di dalamnya termasuk Sekda, Asisten, Kadis dan juga kepada DPRK melalui Komisi V yang merupakan mitra kerja MPD.
Pasal 8 Qanun 5 Tahun 2009,
fungsi pemberi pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Huruf B, dilakukan dengan memberi masukan, pendapat, saran dan rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten dan/atau DPRK dalam menyelenggarakan kebijakan dan strategi pendidikan.
“Kami meminta PJ Bupati untuk bersikap tegas terhadap calon-calon baik berasal dari unsur eksekutif maupun unsur legislatif. Sehingga pengurus MPD yang terbentuk nantinya betul-betul profesional dan memiliki kecukupan waktu untuk memberi pemikiran terbaik untuk kemajuan pendidikan Aceh Utara. Bukan sekedar bagi-bagi angpau untuk orang-orang terdekat, dengan begitu tertutup kesempatan kepada putra-putri terbaik Aceh Utara di luar pemerintah," pungkasnya. (*)
*Reporter : Ahmad Mirdza | Editor : Fathur Rozi
What's Your Reaction?