Kinerja BKPSDM Situbondo Dinilai Buruk, Sikap Kemenag Justru Diapresiasi
"BKPSDM terkesan lamban dalam menangani kasus pungutan liar yang dilakukan Rahmawi kepada saya. Faktanya sampai sekarang (9 April 2024 - red) dia masih ngantor seperti biasnaya di Kecamatan Banyuputih," terang Fendy
Narasinews.id, SITUBONDO - Fendy Riqi Subrata, korban kasus dugaan pungutan liar (Pungli) di Kecamatan Banyuputih mengeluhkan sikap dan kinerja BKPSDM Situbondo. Dia menilai Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia itu lamban dalam menangani kasus dengan terlapor oknum PNS Kecamatan Banyuputih dengan nama Rahmawi.
Pernyataan yang dilontarkan Fendy tersebut bukan tanpa alasan. Menurutnya kasus itu sudah dia laporkan ke BKPSDM sejak tanggal 28 Februari lalu. Namun oknum PNS tersebut tidak kunjung mendapatkan sanksi dari instansi kepegawaian tersebut.
"BKPSDM terkesan lamban dalam menangani kasus pungutan liar yang dilakukan Rahmawi kepada saya. Faktanya sampai sekarang (9 April 2024 - red) dia masih ngantor seperti biasnaya di Kecamatan Banyuputih," terangnya kepada Jurnalis Narasinews.id.
Fandy bahkan membandingkan persoalan yang ditangani BKPSDM Situbondo dengan Kemenag Situbondo. Menurut dia, kecepatan dalam mengambil tindakan dua instansi ini cukup berbeda. Fendy mengaku lebih apresiatif terhadap kinerja Kemenag dibanding BKPSDM Situbondo.
Fendy mencontohkan kasus dugaan pelecehan oleh guru ngaji terhadap santriwati yang juga terjadi di Kecamatan Banyuputih. Kata dia, Kemenag dalam waktu yang relatif cepat melakukan mutasi kepada guru ngaji yang sekaligus Pegawai Kemenag itu dari Banyuputih ke Mangaran. Hal tersebut tentu sangat berbeda dengan kasus dugaan pungutan liar oleh oknum PNS kecamatan yang tengah ditangani BKPSDM.
"Ini Rahmawi sudah mengakui melakukan pungutan liar kepada saya, tetapi sudah satu bulan lebih tidak ada sanksi dari BKPSDM Situbondo," terangnya.
Fendy bahkan mengaku hanya dipanggil satu kali untuk menghadap pihak BKPSDM. Dia sama sekali belum menerima panggilan ke dua.
"Sampai hari ini saya belum menerima panggilan yang kedua kalinya dari BKPSDM Situbondo," ujarnya.
Sementar Kepala BKPSDM Situbondo, Samsuri, belum memberikan jawaban apapun terkait pernyataan Fendy itu. Sebab saat dihubungi via panggilan WhatsApp pada 17.10, Minggu (9/4/2022), yang bersangkutan tidak memberikan respon.
Sebelumnya, salah seorang warga di Desa Sumberanyar, Kecamatan Banyuputih mengeluhkan sikap oknum petugas Kecamatan Banyuputih. Bagaimana tidak, pria bernama Fendy Riqi Subrata ini diminta uang sebesar Rp1 juta hanya untuk mendapatkan tanda tangan Camat.
Bahkan meski pria asal Dusun Ranurejo ini mengaku tidak memiliki uang, petugas kecamatan bernama Rahmawi tetap meminta uang tersebut. Namun setelah terjadi lobi-lobi, akhirnya uang yang diminta turun dari Rp1 juta menjadi Rp300 ribu.
Fendy pun mengaku menyerahkan uang sebesar Rp300 ribu tersebut dengan sangat terpaksa. Mengingat yang bersangkutan memang dalam keadaan tidak memiliki uang. Bahkan demi mendapatkan tanda tangan Camat untuk kelengkapan Surat Keterangan Waris (SKW) miliknya, Fendy harus meminjam kepada saudara sepupunya.
Fendy juga menegaskan bahwa dirinya hanya membutuhkan tanda tangan Camat saja. "Minta tanda tangan Pak Camat saja mas. Saya yang buat suratnya di desa mas. Di kecamatan hanya minta tanda tangan Pak Camat,”tuturnya.
Lebih jauh Fendy menjelaskan kronologi pungutan yang menimpa dirinya. Kata dia, persoalan tersebut terjadi pada Rabu (15/2/2023). Bermula saat dirinya datang untuk meminta tanda tangan Camat Banyuputih.
"Sampai di sana saya bertemu dengan Lek Rahmawi. Saya ditanya (tanda tangan) buat apa? Buat surat keterangan waris kata saya. Ada empat sertifikat kan di dalam itu. Lah itu dari sana dilihat, dibaca empat sertifikat, jadi persetifikat diminta Rp250 ribu. Kan empat, maka Rp1 juta,” tuturnya.
Fendy kebetulan ketika itu hanya membawa uang Rp250 ribu. Alhasil dia pun menghubungi sang ibu. Dia menyampaikan bahwa dimintai uang sebesar Rp1 juta oleh petugas kecamatan.
"Terus saya tanya ke istri. Kebetulan istri dulu kerja di Kecamatan Situbondo. Di sana itu katanya gratis. Terus tanya ke Kecamatan Panarukan apa, gratis juga. Setiap kecamatan biasanya gratis,” ujarnya.
Beberapa saat setelah itu, Fendy kembali datang ke petugas Kecamatan Banyuputih. Dia mengatakan bahwa hanya memiliki uang sebesar Rp250 ribu. Rahmawi kemudian mengaku tidak berani menyampaikan kepada camat jika uang yang diberikan kurang dari Rp1 juta.
Meski demikian, Rahmawi berjanji untuk mencoba mengkomunikasikan persoalan biaya tanda tangan kepada Camat Banyuputih. Dengan catatan uang yang dibayarkan bukan Rp250 ribu, melainkan Rp500 ribu. Namun karena Fendy benar-benar tidak memiliki uang, dia tetap tidak menyanggupi tawaran tersebut.
“Memang di dompet saya adanya Rp250 ribu. Tidak ada lagi,” ujarnya.
Namun Rahmawi tetap mengaku tidak berani untuk menyampaikan hal tersebut kepada Camat Banyuputih jika uang yang ada hanya Rp250 ribu. Fendy pun disarankan untuk pulang.
"Kemudian sorenya saya balik lagi ke sana. Sama saya mau tak nego. Saya pulang pinjam uang dulu ke saudara. Diberi pinjaman dari sana. Begitu sampai sana rencananya mau dinego lagi. Namun tidak bertemu dengan Lek Rahmawi. Jadi saya pulang lagi,” ungkapnya.
Kemudian pada Kamis (16/2/2023) sekitar pukul 10.00, Fendy kembali menemui Rahmawi. Dia mengatakan hanya memiliki uang Rp300 ribu.
“Dari sana kemudian bilang sudah laporan katanya ke Pak Camat. Jadinya tidak apa-apa yang Rp300 ribu diambil,” ujarnya.
Sementara Rahmawi sendiri saat dikonfirmasi menjelaskan mengenai alasan penarikan uang tersebut. Kata dia, permintaan uang sebesar Rp1 juta itu dikarenakan ada empat sertifikat yang ditulis di dalam surat keterangan waris yang diajukan Fendy.
Terus dari surat keterangan waris itu, kalau satu berkas adminnya Rp250 ribu. Kata saya, kalau samean tidak mau dek, ayo menghadap ke Pak Camat, kata saya begitu ke Fendy,” tuturnya.
Sementara saat ditanya mengenai dasar hukum penarikan uang tersebut, Rahmawi mengaku tidak memiliki dasar hukum. Penarikan itu berdasarkan kesepakatan atau musyawarah yang diketahui pihak desa.
“Ini saya ke Pak Camat barusan. Kalau seumpama Pak Camat tidak pakai administrasi, ya monggo silahkan tidak apa-apa. Saya kan cuma anak buah yang cuma melaksanakan perintah,” ucapnya.
Dia juga menyampaikan bahwa penarikan uang terjadi sejak camat sebelumnya. Bahkan diketahui para kepala desa.
"Tapi saya bilang ke Pak Camat Zubaidi, kalau seumpama dari bawah itu keberatan, ya terserah Pak Camat. Ini mau ditarik apa nggak. Kalau seumpama keberatan yang tadi pak, tidak apa-apa dikembalikan, gak apa-apa,” terangnya.
Sementara saat ditanya larinya uang hasil penarikan tersebut, Rahmawi mengaku digunakan untuk kesejahteraan sejumlah orang. Misalnya untuk biaya konsumsi kerja bakti. “Itu kalau seumpama ada. Karena tidak setiap hari ada,” jelasnya. (ros/qin)
What's Your Reaction?