Hadapi Resiko Gagal Bayar, Eksportir Perlu Tahu Cara Mencegahnya

Apr 1, 2023 - 13:37
Apr 1, 2023 - 13:49
 0
Hadapi Resiko Gagal Bayar, Eksportir Perlu Tahu Cara Mencegahnya
Ngobrol bisnis seputar UMKM di acara Bronis UMKM. (Foto: LPEI for Narasinews.id)

Narasinews.id, SITUBONDO - Bagi pelaku usaha, kegagalan dalam transaksi ekspor merupakan hal yang cukup mengkhawatirkan. Resiko ini seringkali menghantui eksportir pemula yang belum mengenal baik pasar mancanegara. Dengan adanya ketidakstabilan ekonomi yang masif, potensi munculnya resiko pembayaran pun semakin mencuat.

Salomi Adriana, Head of Guarantee and Insurance Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank mengungkapkan adanya tren gagal bayar dalam acara Bronis UMKM di YouTube Kompas.com, Kamis (16/3). 

"Pasca-pandemi Covid-19 melanda, peluang usaha mengalami insolvency atau ketidakmampuan membayar utang meningkat. Bila dibandingkan dari tahun 2019-2021, terdapat peningkatan rasio klaim hampir dua kali lipat mencapai rata-rata sebesar 45 persen secara global. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor tingginya resiko gagal bayar di berbagai negara, termasuk Indonesia,” tuturnya.

Resiko tersebut dapat terjadi karena faktor ketidaksengajaan. Seperti resiko komersial akibat permasalahan cash flow dan resiko politik yang diakibatkan perang ataupun perubahan kebijakan pemerintah setempat. 

Namun tak jarang, gagal bayar terjadi karena kesengajaan oleh pembeli yang ingin menghindari kewajiban membayar. Lantas bagaimana cara eksportir mencegah terjadinya gagal bayar? Salomi Adriana atau yang akrab disapa Lorin mengatakan 4 tips mencegah permasalahan gagal bayar dari pembeli sebagai berikut.

Pertama kejelasan Dokumen. Menurutnya, eksportir wajib memiliki kontrak penjualan yang mencakup informasi transaksi, spesifikasi produk, serta hak dan kewajiban eksportir dan pembeli. Rincian dari kontrak penjualan adalah safety net legal bagi para eksportir dan dapat menjadi referensi utama apabila terjadi permasalahan dalam transaksi,” ujar Lorin. 

Agar semakin aman, eksportir juga perlu memastikan kelengkapan dokumen pendukung ekspor lainnya seperti purchase order, invoice, bill of lading dan packing list. Dengan catatan, sisi eksportir juga wajib untuk berkomitmen mengirimkan barang yang sesuai dengan perjanjian.

Pemilihan Skema Pembayaran Lorin memberikan beberapa anjuran sistem pembayaran yang lebih aman seperti cash before shipment, document against payment, document against acceptance, serta letter of credit.

“Pemilihan skema pembayaran menjadi taktik cermat, karena pendekatan ini dapat membatasi potensi kecurangan calon pembeli,” ucap Lorin.

Cash before shipment berarti pembeli membayar sebelum barang dikirimkan, document against payment berarti pembeli mendapatkan dokumen ekspor setelah membayarkan langsung melalui perantara bank, document against acceptance berarti pembeli mendapatkan dokumen ekspor setelah membayar sesuai tempo melalui perantara bank, serta letter of credit di mana pembeli dapat langsung menerima dokumen karena pembayaran akan dilakukan oleh bank pembeli.

Dalam beberapa kasus, skema pembayaran dimana pembeli membayar setelah menerima barang (open account) tidak dapat dihindari. Bila menghadapi situasi ini, eksportir wajib melakukan profiling buyer alias identifikasi calon pembeli. Kegiatan ini mencakup penggalian terhadap profil dasar, pengalaman dengan eksportir lain, serta kondisi keuangannya.

Menurut Lorin, profiling buyer tak selalu dilakukan secara mandiri. Para eksportir dapat meminta bantuan perusahaan maupun lembaga asuransi termasuk LPEI untuk mengidentifikasi pembeli tersebut. Profil inilah yang kemudian dapat menjadi dasar keputusan untuk melanjutkan transaksi atau membatalkannya. 

Kedua, gunakan Asuransi Ekspor. Kata Lorin, asuransi ekspor merupakan pilihan bagi eksportir yang menginginkan keamanan yang lebih pasti. Terlebih, bagi pengguna skema pembayaran open account yang memiliki resiko lebih tinggi. 

Sebagai Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan RI, LPEI memberikan layanan asuransi kepada para pelaku usaha sebagai wujud nyata mendorong ekspor di tingkat nasional. Salah satunya, eksportir dapat memanfaatkan layanan Trade Credit Insurance, perlindungan serta jaminan ganti rugi atas kegagalan pembayaran yang terjadi akibat risiko komersial dan resiko politik.

“Dengan prinsip berbagi resiko, asuransi Trade Credit Insurance oleh LPEI dapat memberikan ganti rugi ketika pembeli tidak membayar setelah lewat 120 hari jatuh tempo dengan besaran hingga 90 persen dari total nilai kerugian. Asuransi ini hadir sebagai bentuk dukungan LPEI bagi pelaku usaha agar lebih berani dan percaya diri melakukan ekspor. Kini, para pelaku usaha dapat lebih tenang dalam menghadapi risiko pembayaran saat menerbangkan produk-produk buatannya ke etalase dunia,” tutup Lorin. (ros/qin)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow