10 Alasan Jokowi Layak Disebut Tokoh Terkorup Versi YLBHI
Masuknya nama Joko Widodo (Presiden ketujuh RI) sebagai salah satu tokoh terkorup atau paling koruptif sepanjang 2024 yang dirilis Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) dinilai Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) memiliki dasar kuat, saat merujuk Joko Widodo masuk daftar nominasi tersebut.
NARASINEWS.ID - Masuknya nama Joko Widodo (Presiden ketujuh RI) sebagai salah satu tokoh terkorup atau paling koruptif sepanjang 2024 yang dirilis Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) dinilai Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) memiliki dasar kuat, saat merujuk Joko Widodo masuk daftar nominasi tersebut.
“Masuknya Joko Widodo sebagai salah satu nominasi adalah preseden buruk bagi situasi demokrasi, negara hukum, dan hak asasi manusia,” tulis YLBHI dalam keterangannya dikutip sabtu (04/01).
Menutup tahun 2024, OCCRP selaku salah satu organisasi nirlaba merilis daftar nominasi orang-orang yang dinilai berkontribusi besar dalam memperburuk kejahatan terorganisir dan korupsi. Di urutan pertama ada mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad yang mengukuhkan posisinya sebagai orang paling korup di dunia dan pemenang penghargaan Person of the Year 2024.
Khusus untuk Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi), YLBHI menilai ada beberapa indikasi tipe korupsi yang dilakukan, yakni Political bribery dengan melibatkan pembuatan undang-undang yang disesuaikan bagi kepentingan pemberi kekuasaan.
“Ini terlihat dalam upaya perombakan kebijakan yang melarang rangkap jabatan,” kata YLBHI.
Berikutnya Political kickbacks, merupakan sistem kontrak yang menguntungkan pengusaha dan pemangku kebijakan. Ini terlihat jelas dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja.
Lalu Election fraud, berkaitan dengan kecurangan saat pemilihan umum. Hal ini dilakukan dengan memobilisasi para menteri dan kepolisian agar terlibat saat kampanye Pilpres 2024.
Corrupt Campaign Practice, dimana seseorang menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye politiknya. Terlihat nyata dalam pengadaan bantuan sosial (bansos) dan pembagiannya dilakukan menjelang Pilpres 2024.
Discretionary corruption atau membuat kebijakan yang mementingkan kepentingan pribadi dengan kekuasaan yang dimiliki. Ini terlihat saat Jokowi ingin melanjutkan kekuasaan 3 periode dan upaya memajukan pelaksanaan Pilkada 2024.
Illegal Corruption adalah korupsi yang dilakukan dengan mengobrak-abrik hukum dan bahasa hukum, yang memiliki potensi digunakan oleh aparat penegak hukum.}
“Kami sering melihatnya dalam tindakan kriminalisasi dan represi terhadap rakyat yang menggunakan haknya bersuara, dianggap melawan aparat, merusak fasilitas umum hingga melanggar ketertiban,” tulis YLBHI.
Terakhir Ideological Corruption yang merupakan gabungan dari Discretionary corruption dan Illegal Corruption; dan Mercenary Corruption atau menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
10 faktor pendukung
Dari pola-pola tersebut, tercatat ada 10 faktor mengapa Jokowi layak disebut sebagai koruptor kelas dunia. Perannya dalam pelemahan KPK secara sistematis, melanggengkan tindakan represi dan kriminalisasi hingga nepotisme kekuasaan menjadikannya layak mendapatkan predikat tersebut.
1. Pelemahan KPK secara sistematis. Di tahun 2014, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia menyentuh angka 34 setelah sempat naik secara gradual dari 17 di tahun 2000. Sekarang, indeks itu mengalami stagnasi bahkan tren penurunan jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Tanggal 13 Februari 2019, sebanyak 9 (sembilan) fraksi di DPR menyetujui revisi UU KPK, dengan demikian lembaga anti rasuah tidak lagi menjadi lembaga independen, karena kelembagaannya berada di bawah presiden.
2. Revisi UU pertambangan mineral dan Batu bara (2020). Selain pembentukannya tidak melibatkan partisipasi publik, LBH Padang (2020) mencatat ada 4 (empat) poin penting dalam revisi ini. Pertama, sentralisasi penguasaan mineral dan batu bara menyebabkan akses masyarakat memperjuangkan hak-haknya dan kontrol masyarakat terhadap penguasaan pertambangan.
Kedua, perpanjangan otomatis Kontrak Karya dan PKP2B mengabaikan proses evaluasi dan menghilangkan partisipasi warga terdampak pengambilan keputusan. Ketiga, tidak adanya perubahan pemanfaatan ruang untuk wilayah pertambangan, yang akan mengganggu daya dukung dan daya tampung lingkungan yang sudah terlampaui, ditakutkan akan berdampak pada bencana alam.
Keempat, pasal kriminalisasi masyarakat yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan, berpotensi menjadi pasal karet untuk membungkam perjuangan masyarakat di sekitar tambang yang terampas ruang hidupnya.
3. Omnibus law dan pengabaian check and balances. Omnibus Law tetap disahkan, namun dibatalkan oleh MK dengan syarat perlu melakukan revisi dengan prinsip partisipasi bermakna. Jokowi tidak mendengarkan putusan tersebut, namun malah membangkang dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU) dengan substansi yang sama tanpa menyerap aspirasi rakyat.
4. Rezim nihil meritokrasi. Selama menjabat, Jokowi mengangkat sejumlah individu yang mendukungnya dalam pilpres masuk ke jabatan-jabatan spesial. Setidaknya, ada 13 relawan Jokowi dalam Pemilu 2019 telah menjadi komisaris BUMN. Ditempatkannya orang-orang dekat Jokowi menunjukan praktik reformasi birokrasi dengan skema meritokrasi hanya jargon belaka.
5. Kembalinya dwifungsi militer. Dwifungsi ABRI merupakan sejarah kekuasaan yang korup. Di masa pemerintahannya, Jokowi menghidupkan praktik tersebut melalui pengesahan Undang-undang No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara. Di UU ini jabatan sipil dapat diisi oleh militer aktif diperluas. Kedua, menempatkan 29 anggota TNI aktif menjabat secara ilegal di luar ketentuan UU TNI.
6. BUMN jadi badan usaha milik relawan. Erick Thohir merombak pejabat perusahaan BUMN Eselon I. Ia mengungkap tindakan itu sebagai arahan dari Jokowi. Dalam praktiknya, perombakan tersebut sarat korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan melanggar Asas-Asas Pemerintahan Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) karena banyak pejabat perusahaan BUMN yang rangkap jabatan. Rangkap jabatan itu kemudian dilegitimasi dengan diubahnya kebijakan yang awalnya melarang menjadi diperbolehkan.
7. Intelijen untuk kepentingan politik. Jokowi memberikan posisi bagi relawannya seperti kepada Diaz Hendropriyono dan Gories Mere menjadi staf khusus intelijen istana. Diaktifkannya intelijen istana di era Jokowi dimanfaatkan sebagai alat untuk memperkuat posisi politiknya. Publik masih ingat bagaimana Jokowi sempat menyampaikan tentang semua isi dapur partai politik yang dikumpulkan dari kerja-kerja intelijen.
8. Represi dan kriminalisasi. Rezim Jokowi telah membentengi ruang demokrasi rakyat dengan represi yang tiada henti. YLBHI dan jaringannya mencatat sebanyak 333 massa aksi yang menjadi korban dengan berbagai bentuk serangan dari polisi, aparat berbaju bebas, dan tentara. Bentuk-bentuk serangan tersebut di antaranya adalah doxing, penangkapan sewenang-wenang, perampasan aset, perburuan, penganiayaan, kriminalisasi, penghilangan paksa dalam waktu singkat, hingga penghalang-halangan pendampingan hukum.
9. PSN Rampas Ruang Hidup Warga. Banyak tindakan korup yang dilakukan rezim Jokowi untuk memperlancar Proyek Strategis Nasional, di antaranya PP No. 15 Tahun 2015 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, PP No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PAN dan segala revisinya, serta Perpres Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.
Kebijakan itu dijadikan stempel untuk memuluskan pembebasan lahan. Rempang Eco City, Wadas, dan Pulau Komodo merupakan contohnya. Bahkan, Majelis Rakyat Luar Biasa 2024 mencatat bahwa, Jokowi turut melegitimasi deforestasi 2 juta hektar hutan untuk PSN ketahanan pangan.
10. Nepotisme Kekuasaan. Di akhir masa jabatannya, Jokowi mencoba segala cara dengan memobilisasi polisi, menteri, dan para relawannya, serta menggunakan fasilitas negara (bantuan sosial) untuk memenangkan anaknya yang merupakan calon wakil presiden di Pilpres 2024. Jokowi juga turut mensponsori menantu, dan anaknya maju dalam pemilihan kepala daerah dengan mencoba revisi UU Pilkada. Jokowi bahkan meminta revisi UU Pilkada untuk dimajukan, dari November menjadi September 2024. Artinya, satu bulan sebelum Jokowi lengser keprabon.
What's Your Reaction?