Wakaf Uang Tunai : Objek Wakaf yang Lebih Produktif dan Bermanfaat?

Narasinews.id, JEMBER - Konsepsi wakaf ada bahkan sejak Islam belum hadir di dunia. Tentu saja pengistilahan wakaf sendiri baru hadir sejak Islam datang. Dalam catatan sejarah rumah-rumah peribadatan yang dibangun oleh pemeluk agama sebelum Islam sudah banyak berdiri.
Masjidil Haram dan Masjid Al-Aqsha sudah berdiri sebelum datangnya Nabi Muhammad SAW dan tidak ada pemiliknya. Ini menandakan bahwa wakaf sudah ada sebelum adanya Islam. Wakaf yang pertama kali dalam masyarakat Arab pra-Islam adalah Al-Ka’bah Al-Musyarafah. Yaitu rumah peribadatan pertama yang dibangun oleh Nabi Ibrahim sebagai tempat untuk berkumpul (Haji) (Nissa, 2017).
Perkembangan wakaf mengalami fluktuasi perubahan dari zaman ke zaman. Setidaknya wakaf yang dulu dilakukan secara sukarela tanpa perantara dan badan hukum yang mengelola, menjadi lebih tersistem dan memiliki regulasi dan sistem yang berbeda-beda di beberapa negara di dunia, serta memiliki organisasi yang khusus mengeola wakaf. Meskipun sesungguhnya konsepsi pelaksanaan wakaf tetap akan menggunakan subtansi yang sama. Yaitu kebermanfaatan yang dapat dihasilkan oleh aset dan dirasakan kebermanfaatannya untuk masyarakat yang lebih luas.
Umumnya, di awal-awal praktik wakaf ini, aset yang diwakafkan berupa aset tetap dengan tujuan produktif dan bermanfaat bagi masyarakat lebih luas. Sehingga di beberapa negara wakaf pribadi atau wakaf keluarga telah dihapuskan, karena pertimbangan dari berbagai segi, tanah-tanah wakaf dalam bentuk ini dinilai tidak produktif. Contoh negara yang menghapuskan wakaf keluaraga ialah Mesir, Turki, Maroko dan Aljazair.
Jenis aset yang diwakafkanpun beragam, selama masih bisa digunakan untuk tujuan produktif. Aset yang umum diwakafkan antara lain dalam bentuk tanah atau hak milik atas sebuah rumah. Namun saat ini wakaf berupa uang tunai memiliki banyak dipraktikkan oleh masyarakat. Dengan menggunakan uang tunai sebagai harta yang diwakafkan. Pola ini telah lama dikembanhkan oleh negara di Dunai Arab sepeti Mesir, Qatar, Kuwait, Sudan, Turki, Banglades dan negara-negara lainnya.
Dengan mengaplikasikan wakaf tunai, terbukti di negara-negara tersebut mampu membangun Universitas dan membebaskan biaya kuliah bagi mahasiswanya. Seperti yang telah dterapkan oleh di universitas al-Ahzar Kairo. Bisa juga hasilnya dimanfaatkan untuk membangun rumah sakit dan berbagai sarana umum (Nawawi, 2016)
Akan tetapi, wakaf uang tunai dalam implementasinya masih banyak mengalami perdebatan oleh pemeluk umat muslim. Hal ini disebabkan oleh ulama yang menjadi pedoman atau acuan memang juga berbeda pandangan mengani wakaf uang tunai. Baik ulama klasik maupun ulama modern atau ulama kontemporer.
Padahal apabila bercermin dari negara-negara yang telah mempraktikkan wakaf uang tunai dengan baik, bukan tidak mungkin wakaf uang tunai ini menjadi wakaf dengan output yang lebih produktif dan memilki kebermanfaatan yang semakin luas. Kajian mengenai wakaf ini menjadi topik yang dikaji dan diteliti oleh banyak peneliti-peneliti sebelumya. Dalam pengembangan idenya, penulis menjadikan artikel yang ditulis oleh Tumirin, dkk (2017) dengan tajuk artikel akuntabilitas transendental dan sosial dalam Aset Wakaf Produktif sebagai grand idea pengembangannya.
Temuan-temuan yang dihasilkan pada penelitian Tumirin, dkk (2017) menjadi dasar pengembangan ide mengenai Wakaf uang tunai yang lebih bermanfaat karena dinilai lebih produktif. Produktifitas wakaf uang tunai ini dirasa peneliti selaras dengan temuan Tumirin, dkk (2017).
Wakaf Uang Tunai
Pendapat Ulama Konvensional mengenai wakaf uang
ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa harta yang sah diwakafkan adalah benda tidak bergerak dan benda bergerak. Benda yang tidak bergerak dipastikan a‟in-nya memiliki sifat yang kekal dan memungkinkan dapat dimanfaatkan secara terus menerus.
Untuk wakaf benda bergerak dibolehkan berdasarkan atsar yang membolehkan mewakafkan senjata dan binatang-binatang yang dipergunakan untuk perang. Begitu juga dengan wakaf benda bergerak seperti buku atau kitab-kitab, menurut ulama Hanafiyah, pengetahuan adalah sumber pemahaman dan tidak bertentangan dengan nash.
Mereka menyatakan untuk mengganti benda wakaf yang dikhawatirkan tidak kekal adalah memungkinkan kekalnya manfaat. Menurut mereka mewakafkan bukubuku dan mushaf dimana yang diambil adalah pengetahuannya, kasusnya sama dengan mewakafkan dirham dan dinar (uang).
Wahbah Az-Zuhaili juga mengungkapkan bahwa mazhab Hanafi membolehkan wakaf tunai sebagai pengecualian, atas dasar Istihsan Bi Al-Urfi, karena sudah banyak dilakukan oleh masyarakat. Ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa hukum yang ditetapkan berdasarkan urf atau adat kebiasaan mempunyai kekuatan yang sama dengan hukum yang ditetapkan berdasarkan nash.
Ulama pengikut mazhab maliki berpendapat boleh mewakafkan benda bergerak maupun tidak bergerak. Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa ulama mazhab Maliki membolehkan wakaf makanan, uang dan benda bergerak lainnya, lebih lanjut wahbah Az-Zuhaili juga menjelaskan bahwa wakaf uang dapat diqiyaskan atau dianalogikan dengan baju perang dan binatang. Sebab terdapat persamaan illat antara keduanya.
Sama-sama benda bergerak dan tidak kekal, yang mungkin rusak dalam jangka waktu tertentu. Hal ini juga menunjukkan bahwa Imam Maliki membolehkan wakaf untuk jangka waktu tertentu. Namun apabila wakaf uang jika dikelola secara profesional memungkin uang yang diwakafkan akan kekal selamanya.
Pendapat Ulama Kontemporer mengenai Wakaf Uang
Istilah wakaf tunai tersebut kembali dipopulerkan oleh Prof. DR. M.A Mannan, seorang pakar ekonomi syariah asal Bangladesh, melalui pendirian Social Investment Bank (SIB), bank yang berfungsi mengelola dana wakaf. Beliau menetapkan fatwa tentang wakaf uang, yang isinya ialah sebagai berikut :
1. Wakaf uang (cash wakaf atau waqf al nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2. Termasuk kedalam pengertian uang ialah surat-suarat berharga.
3. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar'i.
5. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan dan atau diwariskan
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 11 Mei 2002 telah menetapkan fatwa tentang wakaf uang yang isinya sebagai berikut:
1. Wakaf Uang (Cash Waqf atau Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2. Termasuk dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
3. Wakaf uang hukumnya Jawaz (boleh).
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar‟i. 5. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan dan atau diwariskan.
Wakaf Uang Tunai dalam PSAK 112
Ruang Lingkup Wakaf yang dimaksud PSAK 112 tidak
mengecualikan uang dalam objek wakaf. Hal tersebut dapat dilihat dalam Draft Eksposur Ruang Lingkup nomor 05 yang berbunyi “Aset wakaf dapat dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu. Aset wakaf yang dimanfaatkan untuk jangka waktu tertentu (wakaf temporer) yang diatur dalam Pernyataan ini adalah wakaf uang.”
Selanjutnya, wakaf uang ini masuk ke dalam kategori wakaf temporer. Sebagaimana yang termaktub dalam PSAK 112 “DK12. DSAS IAI memutuskan ruang lingkup wakaf temporer hanya wakaf uang disebabkan wakaf temporer selain uang akan memunculkan kerumitan dalam penyusunan laporan keuangan nazhir dan wakif”. Wakaf Temporer merupakan pemanfaatan aset wakaf jangka waktu tertentu (wakaf temporer).
Kebermanfaatan Wakaf Uang
Menurut Cizakca (2008) dalam Rusydiana dan Devi (2017), sejarah membuktikan bahwa wakaf uang telah populer pada zaman bani Mamluk dan Turki Utsmani. Di awal perkembangan Islam pun, wakaf uang telah dibenarkan oleh para Ulama. Namun, wakaf uang baru berpengaruh secara signifikan pada abad ke-16 Masehi yaitu pada zaman Turki Utsmani.
Al-arnaut (2000) menjelaskan, pembanguan kota Istambul, tidak epas dari wakaf uang yang berkembang pesat sehingga menjadi pusat perdagangan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan dokumen sejarah yang ditemukan pada Tahun 1464 Masehi, yang seratus tahun kemudian menjadi kebiasaan masyarakat Istambul
M.A. Manan mengangkat kembali konsep wakaf uang melalui Social Investment Bank Limited (SIBL) di Bangladesh yang dikemas dalam mekanisme instrumen cash wakaf cerificate. Ia telah memberikan solusi alternatif dalam mengatasi krisis kesejahteraan umat Islam.
Dibanding dengan wakaf harta yang tak bergerak, wakaf uang mempunyai peluang yang lebih besar untuk dilakukan modernisasi (Rusydiana dan Devi (2017). Apa yang disampaikan oleh M.A Manan tersebut selaras degan penelitian yang dilakukan oleh Suhadi (1995), Hasanah (1997) dan Fathurrohman (2007).
Ketiganya sama-sama meneliti sejauh mana objek wakaf berupa tanah dapat meningkatkan produktifitas dan kebermanfaatan bagi masyarakat luas. Hasilnya kurang lebih sama dengan apa yang didapati oleh Fathurrohman (2007) bahwa diantara sebagian besar tanah-tanah wakaf digunakan untuk sarana ibadah dan sebagian lagi letaknya tidak strategis.
Disamping itu, pengetahuan dan pemahaman nazhir terhadap peraturan perwakafan masih kurang. Dengan kondisi seperti ini, tanah-tanah wakaf agak sulit untuk dikelola secara produktif sesuai dengan ketentuan hukum Islam maupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena para nazhir kurang profesional dan kesulitan dana untuk biaya pengelolaannya.
Padahal, harta benda wakaf jika dikelola dan dikembangkan secara produktif, maka dapat diperuntukkan sebagai salah satu alternatif untuk membantu menanggulangi kemiskinan.
Wakaf berupa uang tunai banyak dipraktikkan oleh masyarakat dengan menggunakan uang tunai sebagai harta yang diwakafkan.
Pola ini telah lama dikembangkan oleh negara di dunia Arab sepeti Mesir, Qatar, Kuwait, Sudan, Turki, Banglades dan negara-negara lainnya. Dengan mengaplikasikan wakaf tunai, terbukti dinegara-negara tersebut mampu membangun Universitas dan membebaskan biaya kuliah bagi mahasiswanya, seperti yang telah dterapkan oleh di universitas al-Ahzar Kairo. Bisa juga hasilnya dimanfaatkan untuk membangun rumah sakit dan berbagai sarana umum (Nawawi, 2016).
Al-Quran surah Al- Hasyr : 7 yang menekankan agar kekayaan tidak hanya beredar dikalangan orang kaya, namun juga bias beredar pada kalangan orang miskin sehingga kesejahteraan dan kebahagiaan dapat dirasakan bersama. Islam sebagai agama yang rahmatanlilalamin memberikan motifasi pada umatnya untuk mau berbagi dalam upaya menciptakan kesejahteraan umat manusia secara kolektif dengan konsep saling membantu diantara sesama umat manusia karena hakekatnya manusia itu bersaudara dan merupakan makhluk sosial yang memiliki ketergantungan satu sama lainnya, ada yang kaya dan ada juga yang miskin.
Dalam agama Islam orang kaya memiliki kewajiban untuk menafkahkan sebagian rizkinya untuk orang miskin. Salah satu cara untuk mengatasi kesenjangan ekonomi adalah dengan pemberdayaan masyarakat kecil dalam usaha yang dibantu dengan modal dari wakaf produktif atau wakaf uang sebagaimana kami sebut diatas karena wakaf uang memiliki potensi dapat memberdayakan masyarakat kecil sehingga kesenjangan ekonomi dapat ditekan (Hardiati dan Bisri, 2021)
Daftar Referensi
Dewan Standar Akuntansi Syariah. 2018. DE PSAK 112 Akutansi Wakaf. Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia.
Fathurrahman, T. 2012. Wakaf dan Usaha Penanggulangan Kemiskinan Tinjaua. (*)
*Oleh : Fandi Winata
What's Your Reaction?






