Pola Relasi Kuasa Dibalik Maraknya Tambang Ilegal di Kalsel

Pertambangan ilegal atau Tanpa Izin (PETI) terus menjadi perhatian Pemerintah. Diperlukan upaya bersama dan dukungan seluruh pihak untuk mendorong penanganan isu PETI beserta dampak yang ditimbulkan.

Apr 9, 2025 - 13:28
 0
Pola Relasi Kuasa Dibalik Maraknya Tambang Ilegal di Kalsel
Aktivitas Tambang Yang Diduga Ilegal Beroperasi Disekitar Pemukiman Warga Serta Wilayah Perkotaan Kabupaten Tanah Laut, Foto Mediainfo.

Narasinews.id,JAKARTA -Pertambangan ilegal atau Tanpa Izin (PETI) terus menjadi perhatian Pemerintah. Diperlukan upaya bersama dan dukungan seluruh pihak untuk mendorong penanganan isu PETI beserta dampak yang ditimbulkan.

berdasarkan data tahun 2021 (triwulan-3) Kementerian ESDM terdapat lebih dari 2.700 lokasi PETI yang tersebar di Indonesia. Dari jumlah tersebut, lokasi PETI batubara sekitar 96 lokasi dan PETI Mineral sekitar 2.645 lokasi,yang kemungkinan hingga sekarang semakin bertambah.

 Dari data tersebut Kalimantan Selatan menjadi salah satu wilayah yang marak adanya aktivitas pertambangan ilegal tersebut,diantaranya di wilayah Kabupaten Tabalong, Kabupaten balangan ,Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru.

Tak tanggung-tanggung aktivitas tambang ilegal di sejumlah wilayah tersebut secara terang-terangan melakukan aktivitasnya baik yang dilakukan di lahan konsesi milik.perusahaan tambang resmi,di daerah aliran sungai (DAS) serta di sekitar pemukiman warga dan pinggir jalan perkotaan yang dilakukan tanpa menghiraukan dampak negatif yang akan ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan tersebut.

PETI adalah kegiatan memproduksi mineral atau batubara yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan tanpa memiliki izin, tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik, serta memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial.

Dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000.

Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160. Di pasal 161, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara.

Pola Relasi Kuasa Dibalik Adanya Tambang Ilegal

 Dewi Anggraini, peneliti dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas mengatakan, ada pola relasi kuasa yang menjadikan maraknya aktivitas tambang ilegal serta pemberantas praktik tambang ilegal menjadi sulit.

Praktik ini melibatkan para aktor yang saling berkelindan. Dia memberi istilah pada apa yang dia sebut sebagai rent seeking atau upaya mencari keuntungan dengan memanipulasi atau pembiaran aktivitas tambang ilegal tersebut.

Prraktik ini, katanya, menunjukkan kerjasama oknum elit birokrasi, politisi dan pengusaha sebagai sumber dana, sebagai jalinan klientelistik yang mencerminkan pencapaian kepentingan elite birokrasi, politisi dan pengusaha di atas kepentingan publik.

Ada beberapa pola biasa terjadi terkait rent seeking ini. Pertama, kepala daerah mengeluarkan izin pertambangan dengan menerima suap atau gratifikasi dari pengusaha untuk memperoleh izin pertambangan.

Kedua, ada juga oknum aparat dan oknum birokrat yang menjadi bekingan tambang ilegal. Para pelaku tambang ilegal, katanya, akan menyetor nilai tertentu pada oknum aparat untuk mengamankan keluar masuknya peralatan tambang.

Ketiga, ada juga oknum aparat, birokrat dan oknum legislatif yang memiliki peralatan. Praktik ini, katanya, melibatkan korporasi, pejabat pemerintah maupun aparat penegak hukim termasuk local strongmen dalam masyarakat setempat.

 “Relasi kepentingan yang kompleks aktor-aktornya dan kepentingan ekonomi politik sangat mendominasi,” kata Dewi dikutip dalam hasil risetnya.

 Kondisi makin rumit ketika ada keterlibatan oknum yang bertindak sebagai bekingan atau pelindung dalam tambang ilegal. Dengan kekuatan ekonomi, para pelaku ini mengendalikan aparat penegak hukum.

Menurut Dewi, praktik seperti ini marak terjadi karena lemahnya pengawasan. Terlebih aktor-aktornya tersebar dari pemilik modal, pemilik lahan, operator mesin dompeng dan pemasok bahan bakar minyak (BBM) hingga pekerja tambang. Polisi, katanya, mampu membersihkan pertambangan ilegal tersebut “Persoalannya, mau atau tidak? Karena akan ada banyak pihak yang tersinggung,” katanya.

Dia mengatakan, masyarakat jadi penerima risiko paling berat sebagai pekerja tambang. Sebab, mereka rentan kehilangan nyawa dan ditangkap polisi saat razia.

Kasus Kematian Advokat Jurkani Jadi Pengingat

 Persoalan tambang ilegal di Kalimantan Selatan tidak hanya membuat rusaknya lingkungan atau ekologi tapi juga menimbulkan masalah sosial, gangguan keamanan serta menyisakan cerita kelam seperti kejadian pembunuhan aktivis dan advokat Jurkani tahun 2021 lalu ,dan Kasus Jurkani menjadi alarm pengingat bagi kita terkait persoalan tambang ilegal tersebut.

Kematian Jurkani menjadi alarm bagi pemerintah bahwa ada banyak aktivitas tambang ilegal yang tidak mengindahkan aturan tentang kelestarian alam. Jangan sampai batubara dikeruk habis demi menikmati kue ekonomi yang legit di Zaman kita meninggalkan kerusakan ekologi parah di masa anak cucu cicit kita.

Pertambangan Batubara Jadi Dua Sisi Mata Uang Yang Sulit Dipisahkan

 Keberadaan tambang batubara di pelosok Kalimantan Selatan memang seperti dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan. Dampak yang menguntungkan dari keberadaan tambang adalah penyediaan lapangan kerja dan putaran ekonomi yang cukup besar. Keberadaan pertambangan batubara ikut mengubah wajah daerah yang semula kampung jadi kota modern, contohnya batulicin yang dulunya kampung kini berubah wujud menjadi ibu kota kabupaten Tanah bumbu yang ramai dan berfasilitas lengkap.

Sekedar informasi Ada lima perusahaan tambang batubara besar di Kalimantan Selatan, pertama PT Adaro Energy Tbk yang berbasis di Tabalong dengan luas konsesi yang dimiliki mencapai 31.380 hektar yang membentang dari Kalimantan Selatan hingga Kalimantan Tengah.

Kedua PT.Arutmin Indonesia yang berafiliasi dengan Grup Bakrie yang telah memperoleh izin konsesi sejak orde Baru.di Kalimantan Selatan basis pertambangan Arutmin berada di Senakin, Banjarmasin,di Satui Batulicin, Asam-asam dan Kintap.Arutmin memiliki pelabuhan khusus untuk mengapalkan batubara di Nort Pulau Laut Coal Terminal.

Ketiga adalah Jhonlin Group melalui PT.Jhonlin Baratama yang dimiliki Andi Syamsudin Arsyad seorang pengusaha asal Bone , Sulawesi Selatan yang lebih Familiar dengan nama Haji Isam. Pengusaha tajir melintir ini juga melebarkan usaha atau bisnisnya di perkapalan, perkebunan serta rental pesawat.

Keempat adalah PT.Bangun Banua Persada Kalimantan yang sebagian sahamnya dimiliki Pemerintah daerah. Dengan Komposisi sahamnya,33 persen milik pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan,31 persen milik PT.Hasnus Jaya Utama yang dikuasai pengusaha lokal Haji Abdussamad Sulaiman.Sisa saham lain dimiliki Koperasi TNI dan Polri yakni Puskopolda sebesar 10 persen,Poskopad 10.persen ,Puskud 5 persen hingga KPN Adyaksa milik Kejaksaan.

 Kelima terbesar adalah Hasnur Grup yang dimiliki Haji Abdussamad Sulaiman,yang menguasai cadangan batubara sebesar 80 juta metrik ton melalui anak usahanya,PT Energi Batubara Lestari serta anak usaha lain yakni PT Bhumi Rantau Energi yang menguasai cadangan 200 juta metrik ton.

Lokasi konsesinya berada di Rantau, Kabupaten Tapin, Terminal khusus batubara yang dipunyai Hasnur berada di sungai Puting dan sungai Salai Kalimantan Selatan,dan di Pendang Kalimantan Tengah.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow