Bupati Jember Serahkan 197 Sertifikat Tanah Nelayan Korban Scandal Land Consoludation
Pemkab Jember menyerahkan sertifikat hak milik tanah kepada sebagian nelayan yang menjadi korban skandal program LC
NARASINEWS.ID - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember menyerahkan sertifikat hak milik tanah kepada sebagian nelayan yang menjadi korban skandal program land consolidation (LC) di Kecamatan Puger.
Penyerahan dilakukan oleh Bupati Jember Hendy Siswanto bersama Kepala Kantor ATR/BPN Jember Akhyar Tarfi, Sabtu 10 Agustus 2024.
Sebanyak 197 sertifikat sementara ini bisa diserahkan dari 700 sertifikat yang seharusnya menjadi hak nelayan penerima program LC.
"Alhamdulillah sudah ada (sebagian). Nanti, akan diteruskan penyerahan ratusan sertifikat secara bertahap," ujar Hendy ke hadapan para nelayan.
Dia mengaku, sengaja mengundang langsung 197 orang nelayan yang sertifikatnya telah rampung. Tujuannya untuk mencegah campur tangan orang lain yang berpotensi merugikan nelayan.
"Ini kami berikan langsung kepada pemilik sah atau yang berhak. Karena memang milik masyarakat Desa Puger Kulon dan Desa Puger Wetan di Kecamatan Puger," sebut Hendy.
Sedangkan, Akhyar Tarfi yang juga menjabat Ketua Pelaksana Harian GTRA Jember menyatakan penyelesaian sertifikat LC buah dari kerjasama antara Kantor ATR/BPN dengan Pemkab Jember.
"Tentu ini merupakan keberhasilan teamwork dibawah kebijakan reforma agraria atau di bawah tim gugus tugas reforma agraria di bawah pimpinan Bupati Jember,” ucapnya.
Bupati Jember Hendy Siswanto dan Kepala Kantor ATR/BPN Akhyar Tarfi memberi keterangan ke media.
Menurut dia, 197 sertifikat yang dibagikan bersifat legal, sehingga tidak perlu lagi diragukan keabsahannya. Tercatat masih tersisa 503 yang dalam upaya penanganan.
"Persoalannya, sertifikat-sertifikat itu awalnya hilang. Setelah kita telusuri oleh tim, hasilnya 611 sudah di BPN dan 89 sertifikat masih beredar kemana-mana,” ulas Akhyar.
Kilas balik skandal LC bermula dari program pembagian tanah negara secara cuma-cuma kepada nelayan, tapi belakangan justru ditumpangi kepentingan bisnis. Kejadiannya berlangsung pada tahun 2008 silam.
Tanah yang seharusnya langsung dimiliki nelayan malah dikapling-kapling oleh Koperasi Mulya Sejahtera. Bahkan, dokumen asli dari sertifikat tanahnya juga berada di koperasi tersebut.
Beredar selebaran koperasi Mulya Sejahtera yang mengklaim akan membangun rumah-rumah diatas tanah pemberian pemerintah untuk nelayan. Nelayan dihadapkan pada situasi tidak bisa membangun rumah sendiri, melainkan harus membeli bangunan lewat koperasi Mulya Sejahtera.
Rencana pembangunan rumah bervariasi. Mulai tipe 36, 45, 50, 70 dan 168. Koperasi Mulya Sejahtera mematok harga antara Rp47 juta, Rp62 juta, Rp70 juta, Rp120 juta, dan Rp150 juta.
Nelayan pun menyuarakan keberatan, bahkan protes secara terbuka. Sebab, para nelayan tidak langsung menerima sertifikat, sekaligus tidak berdaya memegang kendali atas tanah yang seharusnya milik mereka.
Belakangan terbongkar, Koperasi Mulya Sejahtera menjaminkan sertifikat tanah nelayan untuk kredit perumahan. Proses pengajuan kreditnya pun dilakukan sepihak, alias tanpa persetujuan nelayan.
Skandal itu mengakibatkan sertifikat tanah nelayan tidak jelas rimbanya. Sebab, banyak tangan yang berkubang di dalam skandal. Hingga akhirnya pemerintah sekarang turun tangan, secara berangsur-angsur mulai membantu proses pengembalian sertifikat tanah kepada nelayan yang berhak.
What's Your Reaction?